Social Icons

Sabtu, 14 Juni 2014

Secarik surat untukmu

Sungguh, sebenar-benarnya yg ingin kusampaikan adalah bukan yang kamu lihat. Maafkan aku jika caraku membuatmu terluka. Sungguh, inginku adalah agar kamu tau yang lebih baik. Raut wajahku sungguh sulit menyembunyikan rasa kesal padamu. Astaghfirulloh. Maafkan aku. Inginku sampaikan bahwa kamu luar biasa, namun aku malu, ada rasa takut kau anggap aku 'lebay', padahal sungguh kau sangat luar biasa. Maafkan atas caraku selama ini. Berproses InsyaAlloh.
Sungguh sahabat terbaik adalah yang saling nasihat-menasihati. Uhibbukafillah.

Jumat, 13 Juni 2014

Cerita Nabi Ayub as

Cerita Nabi Ayub as

Pada cerita islami kali ini kita akan mengulas mengenai cerita nabi ayub as. Sebenarnya penulisan yang benar adalah Ayyub, bukan Ayub. Ia merupakan salah satu nabi utusan allah yang terkanal begitu sabarnya menjalani segala cobaan berat. mulai cobaan hilang kekayaan, hilang anak-anak, penyakit, sampe kehilangan ditinggalkan istri tercintanya. simak kisah nabi ayyub as lengkap di bawah ini

Nabi Ayub as

Nabi Ayyub as merupakan putra dari Ish bin Ishak bin ibrahim as adalah salah satu manusia pilihan dari sejumlah manusia pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya, dan hartanya, selanjutnya dengan tubuhnya juga. Allah telah mengujinya dengan ujian yang tak pernah ditimpakan kepada siapapun, tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah Allah dan terus menerus bertaubat kepada-Nya.

Cerita Nabi Ayub as menjalani cobaan berat

Nabi Ayyub as merupakan seorang Nabi yang sangat kaya sekali. Beliau mempunyai ternak yang bermacam-macam, seperti sapi, kambing, kuda, keledai, untah dan lain sebagainya. Beliau orang yang baik hati, suka mengeluarkan harta bendanya untuk membantu fakir miskin, yatim piatu, memuliakan tamu dan sebagainya. Kekayaan tersebut tidak melalaikan ibadahnya kepada Tuhan. Kekayaannya yang melimpah ruah itu tidak menyebabkan Nabi Ayyub menjadi sombong dan lupa kepada orang-orang miskin. Walaupun ia seorang yang kaya namun kehidupannya tidak berlebih-lebihan, bahkan semakin ia kaya semakin bertambah pula ketaatannya kepada Allah.

Berkata salah seorang malaikat kepada kawan-kawannya yang sedang berkumpul berbincang-bincang tentang tingkah laku makhluk Allah, jenis manusia di atas bumi, “AKu tidak melihat seorang manusia yang hidup di atas bumi Allah yang lebih baik dari hamba Allah Ayyub”. Ia adalah seorang mukmin sejati ahli ibadah yang tekun. Dari rezeki yang luas dan harta kekayaan yang diberkan oleh Allah kepadanya, ia memberikan sebagian untuk menolong orang-orang yang memerlukan para fakir miskin. Hari-harinya terisi penuh dengan ibadah, sujud kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang diberikan kepadanya.”

Para kawanan malaikat yang mendengar kata-kata pujian dan sanjungan untuk Nabi Ayyub as mengakui kebenaran itu bahkan mereka menambahkan lagi dengan menyebutkan beberapa sifat dan tabiat baik yang lain yang ada pada diri Nabi Ayyub as

Iblis menggoda Nabi Ayyub

Sementara itu iblis yang sedang berada tidak jauh dari tempat malaikat sedang berkumpul, mendengar percakapan para para malaikat yang memuji-muji Nabi Ayyub as. Tentunya iblis panas hati dan jengkel mendengar kata-kata pujian bagi seorang dari keturunan Nabi Adam as yang ia telah bersumpah akan disesatkan ketika ia dikeluarkan dari surga karenanya. Ia tidak rela melihat seorang dari anak cucu Nabi Adam as menjadi seorang mukmin yang baik, ahli ibadah yang tekun dan melakukan amal sholeh sesuai dengan perintah dan petunjuk Allah SWT.

Dengan tidak menunggu waktu lama, iblis meminja izin kepada Alloh untuk menggoda Ayyub. “Ya Tuhan! sesungguhnya Ayyub yang senantiasa patuh dan berbakti pada-Mu, karena takut kehilangan kenikmatan yang kau berikan kepadanya. Semua ibadah bukan karena cinta dan ketaatannya kepada-Mu. Adaikata, Ayyub terkena musibah dan kehilangan harta benda, serta anak-anak dan istrinya belum tentu akan taat pada-Mu.

“Sesungguhnya Ayyub adalah hamba yang taat pada-Ku. Ayyub adalah seorang mu’min sejati. Apa yang Ayyub lakukan semata didorong keteguhan imannya. ketaqwaannya tak tergogogaykan oleh perubahan keduniawiannya. Cintanya pada Ku tak akan berkurang walau ditimpa musibah apapun. Ayyub yakin, apa yang dimilikinya sewaktu waktu dapat Aku cabut. Ayyyub bersih dari segala tuduhan dan prasangkamu. Kau tak rela melihat hamba-hamba-Ku berada di jalan yang lurus. Untuk menguji keteguhan hati dan keyakinan Ayuub pada takdir-Ku, kuizinkan kau menggoda dan memalingkannya dari Ku. Kerahkan sekutumu untuk menggoda Ayyub melalui harta dan keluarganya. Cerai beraikanlah keluarganya yang damai sejahtera itu. Hingga kau tahu sampai dimana kemampuanmu untuk menyesatkan hamba-Ku itu”

Harta Kekayaan Nabi Ayyub dihancurkan iblis

Mendengar izin Tuhan tersebut, maka iblis dengan para sekutunya segera bertindak. Untuk menggoda Nabi Ayyub yang berkelimpahan dalam kenikmatan duniawi, yang memiliki kekayaan tak ternilai besarnya, yang memimpin keluarga yang besar yang hidup rukun, damai dan bakti. Yang siang dan malam senan tiasa melakukan sholat, sujud dan tasyakur kepada Allah atas segala pemberian-Nya. Mulutnya tak berhenti menyebut nama Allah berzikir, bertasbih dan bertahmid. Yang penuh kasih teradang sesama makhluk Allah yang lemah, yang lapar diberinya makan, yang tanpa busana diberinya pakaian, yang bodoh diajar dan dipimpin, dan yang salah ditegur.

Iblis menggoda Nabi Ayyub dengan bisikan dan fitnahnya, namun rencananya gagal total. Telinga Nabi Ayyub tidak mendengar terhadap segala yang dibisikan iblis kepadanya. Hati Nabi Ayyub telah penuh dengan iman dan taqwa tidak ada tempat lagi untuk bibit-bibit kesesatan yang ditaburkan oleh iblis. Cinta dan taatnya kepada Allah merupakan benteng yang kuat dari serangan iblis dengan peluru kebohongan dan pemutar balikan kebenaran.

Cerita nabi Ayub masih berlanjut, iblis tidak putus asa, ia melanjutkan godaannya kepada Nabi Nuh. Iblis mengumpulkan para sekutunya untuk menggoyahkan  Nabi Ayyub, untuk merusak aqidah dan imannnya , serta memalingkan Nabi Ayyub dari Allah yang ia sembah dengan penuh hati dan keyakinan. Dengan cara menghancurkan segala harta kekayaan yang ia miliki, mereka membinasakan hewan ternaknya, membakar seluruh lumbung gandum dan lahan pertaniannya sampai musnah.  Nabi Ayyub as yang kaya raya tiba tiba menjadi seorang miskin harga selain hatinya yang penuh man dan takwa serta jiwanya yang bersar.

Setelah berhasil menghancurkan kekayaan dan harta milik Nabi Ayyub datanglah iblis kepadanya menyerupaia sebagai seorang tua yang tampak bijaksana dan berpengalaman, ia berkata :

“Sesungguhnya musibah yang menimpamu sangat dahsyat sekali sehingga dalam waktu yang begitu singkat telah habis semua kekakayaanmu dan hilang semua harta kekakayaan milikmu. Kawan-kawanmu merasa sedih sedangkan musuh-musuhmu bersenang hati dan gembira melihat penderitaan yang engkau alami akibat musibah yang susul-menyusul melanda kekayaan dan harta milikmu. Mereka bertanya-tanya, gerangan apakah yang menyebabkan Ayyub tertimpa musibah yang hebat itu yang menjadikannya dalam sekelip mata hilang semua harta miliknya. Sementara orang dari mereka berkata bahwa mungkin karena Ayyub tidak ikhlas dalam ibadah dan semua amal kebajikannya. Dan ada yang berkata bahwa andaikan Allah, tuhan ayub benar benar berkuasa, niscaya dia dapat menyelamatkan Ayyub dari malapetaka, mengingat bahwa ia telah menggunakan seluruh waktunya beribadah dan berzikir, tidak pernah melanggar perintah-Nya. Seorang lain menggunjung dengan mengatakan bahwa mungkin amal ibadah Ayyub tidak diterima oleh Tuhan, karena ia tidak melakukan itu dari hati yang bersih dan sifat ria dan ingin dipuji dan banyak lagi cerita-cerita orang tentang kejadian yang sangat menyedihkan itu. Akupun menaruh simpati kepadamu, hai Ayyub dan turut bersedih hati dan berduka cita atas Nabi yang buruk yang engkau telah alami”

Iblis yang menyerupai sebagai orang tua itu mengakhiri kata-kata hasutannya seraya memperhatikan wajah Nabi Ayyub as yang tetap tentang berseri-seri tidak menampakkan tanda-tanda kesedihan atau sesalan yang ingin ditimbulkan oleh Iblis dengan kata-kata racunnya itu. Nabi Ayyub as berkata kepadanya :

“Ketahuilah bahwa apa yang aku telah miliki berupa harta benda, gedung-gedung, tanah ladang dan hewan ternakan serta lain-lainnya semuanya itu adalah barang titipan Allah yang dimintanya kembali setelah aku cukup menikmatinya dan memanfaatkannya sepanjang masa atau ibarat barang pinjaman yang diminta kembali oleh tuannya jika saatnya telah tiba. Maka segala syukur dan puji hanya bagi Allah yang telah memberikan kurnia-Nya kepada ku dan mencabutnya kembali pula dari siapa yang Dia kehendaki dan mencabutnya pula dari siapa yang Dia suka. Dia adalah yang maha kuasa mengangkat derajat seorang atau menurunkannya menurut kehendak-Nya. Kami sebagai hamba-hamba mahkluk-Nya yang lemah patut berserah diri kepada-Nya dan menerima segala takdir-Nya yang kadang kala kami belum dapat mengerti dan menangkap hikmah yang terkandung dalam takdir-Nya itu”.

Selesai mengucapkan kata-kata jawabnya kepada iblis yang sedang duduk tercengang di depannya, menyungkurlah Nabi Ayyub as bersujud kepada Allah memohon ampun atas segala dosa dan keteguhan iman serta kesabaran atas segala cobaan dan ujian-Nya.

Iblis segera meninggalkan rumah Nabi Ayyub as dengan rasa kecewa bahwa racun hasutannya tidak temakan oleh hati Nabi Ayyub as itu. Namun iblis tidak putus atas melaksanakan sumpah yang ia nyatakan di hadapan Allah dan malaikat-nya bahwa ia akan berusaha menyesatkan anak cucu Nabi adam di manaj saja mereka berada. Ia merencanakan melanjutkan usaha gangguan dan godaannya kepada Nabi Ayyub as lewat penghancuran keluarga yang sedang hidup rukun, damai dan saling hidup cinta mencintai, dan harga menghargai satu sama lain.

Putra nabi ayub dicelakai iblis

Sang iblis kemudian pergi bersama para sekutunya menuju tempat tinggal putera putra Nabi Ayyub as di suatu gedung yang penuh dengan saranan kemewahan dan kemegahan. Lalu digoyangkanlah gedung itu hingga roboh berantakan menajtuhi dan menimbuni seluruh penghuninya. Kemudian cepat-cepatlah pergi iblis mendatangi Nabi Ayyub as di rumahnya, menyerupai seorang kawan dari kawan-kawan Nabi Ayub as, yang datang menyampaikan berita dan menyatakan turut berduka cita atas musibah yang menimpa putra-puteranya. Iblis yang menyerupai temannya itu berkata kepada Nabi Ayyub as :

Hai, Ayyub, sudahkah engkau melihat putera-puteramu yang mati tertimbun di bawah runtuhan gedung yang romboh akibat gempa bumi? Kiranya, wahai Ayyub, Tuhan tidak menerima ibadahmu selama ini dan tidak melindungimu sebagai imbalan bagi amal solehmu dan sujud rukukmu siang dan malam”

Mendengar perkataan dari iblis itu, menangislah Nabi Ayyub as dengan tersedu-sedu seraya berucap :

“Allahlah yang memberi dan dia pulalah yang mengambil kenmbali. Segala puji bai-Nya, Tuhan yang maha pemberi dan maha pencaput.

Lalu iblis keluar meninggalkan Nabi Ayyub as dalam keadaan berujud munajat, iblis jengkel dan marah pada dirinya karena gagal lagi membujuk dan menghasut Nabi Ayyub as.

Nabi Ayyub diberi penyakit

Selanjutnyat Iblis memerintahkan kepada sekutunya agar menaburkan benih-benih penyakit ke dalam tubuh Nabi Ayyub as. benih-benih penyakit yang ditaburkan itu segera berpengaruh pada kesehatan Nabi Ayyub as, sehingga ia menderita berbagai penyakit, demam panas, batuk dan lain-lain lagi sehingga menyabkan badannya makin lama makin kurus, tenaganya makin lemah dan wajahnya menjadi pucat tidak berdarah dan kulitnya menjadi berbintik-bintik dan muncul bau tidak sedap. Sehingga ia dijauhi oleh orang-orang sekampungnya dan oleh kawan-kawan dekatnya, karena penyakit Nabi Ayyub as dapat menular dengan cepatnya kepada orang yang menyetuh atau mendekatinya. Ia menjadi terasing dari pergaulan dan hanya istrinya yang bernama Rahmah yang tetap mendampinginya, merawat dengan penuh kesabaran, penuh rasa kasih sayan, melayani segala keperluannya tanpa mengeluh atau menunjukkan tanda kesal hati dari penakit suaminya yan tidak kunjung sembuh itu.

Istri Nabi Ayyub digoda iblis

Iblis memperhatikan Nabi Ayyub as dalam keadaan yang sudah maat parah itu tidak meninggalkan adat kebiasaannya, ia tetap beribadah, berzikir, dan tidak mengeluh atau mengaduh, ia hanya menyebut nama Allah memohon ampun dan lindungan-Nya bila ia merasakan sakit. Iblis, merasa kesal dan jengkel mlihat ketabahan hati Nabi Ayyub as menanggung derita dan kesabarannya menerima berbagai musibah dan ujian. Iblis kehabisan akal, tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya merusak akidah dan iman Nabi Ayyub as. Ia lalu meminta bantuan fikiran para sekutunya, apa yang harus dilakukan lagi untuk menyesatkan Nabi Ayyub setelah segala usahanya tidak membuahkan hasil

Bertanyalah iblis kepada sekutunya : “Di manakah kepandaianmu dan tipu dayamu yang ampuh serta kelicikanmu menyebar benih was-was dan ragu ke dalam hati manusia yang biasanya tidak pernah sia-sia?

kemudian sekutu iblis menjawab : “Engkah telah berhasil mengeluarkan adam dari surga, bagaimanakah engkau lakukan itu semuanya sampai berhasilnya tujuan mu itu?”

“Dengan membuju istrinya,” jawab iblis

“jika demikian, lakukan siasat itu dan terapkanlah pada Nabi Ayyub as, hembuskan racunmu ke telinga istrinya yang tampak sudah agak kesal merawatnya, namun masih tetap patuh dan setia” jawab sekutu

“Benar dan tepat pikiranmu itu,hanya tingagal itu satu satunya jalan yang belum aku coba. Pasti kali ini degan cara menghasut isterinya aku akan berhasil melaksanakan maksudku selama ini” jawab iblis

Dengan rencana barunya pergilah iblis mendatangi isteri Ayyub, menyamar sebagai seorang kawan lelaki dari suaminya. Ia berkat kepada istri Nabi Ayyub yang bernama Rahmah itu : “Apa kabar dan bagaimana keadaan suamimu saat ini?”

Seraya mengarahkan jari telunjukknya ke arah suaminya, rahmah berkata kepada iblis yang menyamar sebagai teman Nabi Ayyub “Itulah dia terbaring menderita kesakitan, namun mulutnya tidak berhenti-hentinya berdzikir menyebut nama Allah. Ia masih berada dalam keadaan parah, mati tidak, hidup pun tidak”

Kata-kata isteri Ayyub itu menimbulkan harapan bagi iblis bahwa, kali ini ia akan berhasil maka diingatkanlah isteri Nabi Ayyub as akan masa mudanya di mana ia hidup dengan suaminya dalam keadaan sehat,m bahagia dan makmur dan diingatkannya kenang-kenangan dan kemesraan. Kemudian keluarlah blis dari rumah Nabi Ayub meninggalkan isteri Nabi Ayyub as duduk termenung seorang diri, mengenang masa lampaunya, masa kejayaan suaminya dan kesejahteraaan hidupnya, membanding-bandingkannya dengan masa di mana berbagai penderita dan musibah dialaminya, yang dimulai dengan musnahnya kekayaan dan harta benda, disusul dengan kematian puteranya, dan kemudian yang terakhir diikuti oleh penyakit suaminya yang parah dan sangat menjemukan itu. Isteri Nabi Ayyub as merasa kesepian berada di rumah sendirian bersama suaminya yang terbaring sakit, tiada sahabat, tiada kerabat, semua menjauhi mereka karena takut tertular penyakit kulit Nabi Ayyub.

Seraya menarik nafas panjang datanglah isteri Nabi Ayyub mendekati suaminya yang sedang menderita kesakitan dan berbisik-bisik kepadanya :

“wahai sayangku, sampai kapankah engkau tersika oleh Tuhanmu ini?Di manakah kekayaanmu, putera-puteramu, sahabat-sahabatmu di kawan-kawan terdekatmu? Oh, alangkah syahdunya masa lampu kami, usia muda, badan sehat, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup tersedia, dikelilingi oleh keluarga dan terulang kembali masa yang manis itu? mohonlah wahai Ayyub dari Tuhanmu, agar kami dibebaskan dari segala penderitaan dan musibah yang berpanjangan ini”

Berkatalah Nabi Ayyub as menjawab keluhan istrinya itu

“wahai isteriku yang kusayangi, engkau menangisi kebahagiaan dan kesejahteraan masa lalu, menangisi anak-anak kita yang telah meninggal diambil oleh Allah dan engkau minta aku memohon kepada Alla agar kita dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaaan yang kita alami saat ini. Aku hendak bertanya kepadamu, berapa lama kita tidak menikmati masa hidup yang mewah, makmur dan sejahtera itu?”,

Istrinya menjawab “Delapan puluh tahun”

“Lalu berapa lama kita telah hidup dalam penderitaan ini?” tanya Nabi Ayyub

“Tujuh tahun” jawab sang isteri

Nabi Ayyub melanjutkan jawabannya “Aku malu, memohon dari Allah memebaskan kita dari kesengsaraan dan penderitaan yang telah kita alami belum sepanjang masa kejayaan yang telah Allah kurniakan pada kita. Sepertinya engkau telah termakan hasutan dan bujukan syaitan, sehingga mulai menipis imanmu dan berkasl hati menerima takdir dan hukum Allah. Tunggulah ganjaranmu kelak ketik aku telah sembuh dari penyakitku dan kekuatan badanku pulih kembali. Aku akan mencambukmu seratus kali. Dan sejka detik ini aku haramkan dariku makan dan minum dari tanganmu atau menyuruh engkau melakukan sesuatu untukku. Tinggalkanlah aku seorang diri di tempat ini sampai ALlah menentuknya takdir-Nya.

Setelah ditinggalkan oleh isterinya yang diusir, selanjutnya Nabi Ayyub as tinggal seorang diri di rumah, tiada sanak saudara, tiada anak dan tidak ada istri. Ia bermunajat kepada Allah dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih sayang-Nya. Ia berdoa sebagaimana tertar dalam Al qur an :

“Dan ingatlah akan hamba kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-Nya: Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan” (Qs : 38 : 41)

Allah menerima doa Nabi Ayyub as yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman serta berhasil memenangkan perjuangannya melawan hasutan dan bujukan iblis. Allah mewahyukan firman kepadanya : “Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum” (Qs. 38 : 42)

Nabi Ayyub berhasil menjalani ujian berat

Dengan izin Allah setelah dilaksanakan petunjuk Nya itu, sembulah segera Nabi Ayyub as dari penyakitnya, semua luka-luka kulitnya menjadi kering dan segala rasa pedih hilang, seolah-olah tidak pernah terasa olehnya. Ia bahkan kembali menampakkan lebih sehat dan lebih kuat dari pada sebelum ia menderita.

Saat itu ketika isterinya yang telah diusir dan meninggalkan dia seorangg diri ditempat tinggalnya yang terasing, jauih dari jiran, dan jauh dari keraiaman kota, merasa tidak sampai hati lebih lama berada jauh dari suaminya. Istri Nabi Ayyub pun kembali, namun ia hampir tidak mengenali Nabi Ayyub, karena ketika ia kembali, ia melihat bukanlah Nabi Ayyub as yang sakit seperti yang ia tinggalkan sebelumnya. Namun Nabi ayub yang mudah belia, segar bugar, sehat seakan akan tidak pernah sakit dan menderita. Ia segera memeluk suaminya seraya bersyukur kepada Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya mengembalikan kesehatan suaminya bahkian lebih baik dari pada sebelumnya,

melihat kedatangan rhmah, sAyyub bergegembira. namun Nabi Ayyub masih teringat dengan sumpahnya yang ingin memukul rahmah seratus kali. Dalam kebimbangan utuk melaksanakan sumpah atau tidak, karena kasihan kepada istrinya yang sudah menunjukkan kesetiaannya dan mengikutinya di dalam segala duka dan deritanya. Nabi Ayyub bingung  antara dua perasaa, di satu sisi ia merasa wajib melaksanakan sumpahnya, namun di satu sisi ia merasa bahwa istrinya yang setia dan berbakti itu tidak patut menjalani hukuman seberat itu,

Ayyub menangkap firman Tuhan yang berbunyi :  “Ambillah lidi seratus batang dan pukullkan istrimu sekali saja! dengan demikian, tertebuslah sumpahmu”

Di buku cerita islami versi lain, ada yang menerjemahkan firman Tuhan kepada Ayyub sebagai berikut :

“Dan ambillah dengan tanganmu seikit (rumput), maka pukullah dengan itu dan jangnlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya kami dapat dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya di amat taat (kepada Tuhannya).

Sehingga Nabi Ayyub tidak memukul Rahmah, istri yang setia itu sebanyak 100 kali. namun dengan seikat rumput / lidi yang berjumlah seratus dan dipukulkan dua kali saja, untuk melaksanakan janjinya itu sewaktu sakit.

Istri Nabi Ayub as merupakan wanita yang sholehah, ia berbuat sesuatu bukan karena sifatnya yang buruk, namun karena digoda oleh syaitan. dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.

Cerita Nabi Ayub as selanjutnya dianugrahi banyak anak oleh Allah SWT. di antara anak laki-laki ada yang bernama Basyar yang  juga dikenal dengan nama Dzulkifli, selanjutnya ia juga menjadi Nabi utusan Allah seperti ayahnya yang sabar yaitu Nabi Dzulkif

Itulah penjelasan yang panjang lebar mengenai cerita nabi ayub as, beliau merupakan salah satu hamba Alloh yang paling sabar. Ia telah mengalami berbagai cobaan yang luar biasa, tapi iman dan aqidahnya tidak tergadaikan, tetap terjaga. Semoga Allah berkenan menganugrahi kesabaran kepada kita seperti yang dianugrahkan kepada nabi Ayyub. Aamiin

Rabu, 11 Juni 2014

Emak

(Ahad, 22/12/2013 09:00)
SITI MUYASSAROTUL H
Emak
Semrawut dunia ini menjadikan manusia terbahak
Menghabiskan kekayaan kepada sang kaya dan kita semakin terinjak
Walapun subuh, langkahmu membuat makhluk tanah terhentak
Engkau Emak, dan semua katamu benar.

Liku jalan dan tanjakan terjal sudah kau sampaikan
Lapar itu penting, haus pun menjadi bahkan.
Karena selalu mereka bilang ini untuk keadilan.
Hanya sebatas di meja yang disampaikan.
Ah, Emak. Dan semua katamu benar.

Dulu, ambisiku meledak tak terarah
Lantaran ingin membela kita yang selalu disuruh pasrah
Menahan muka amarah
Sekali lagi hanya sebatas sampai di meja

Untung, dulu kisah para kesatria yang kau baca
Untung, tak sekedar lewat lobang kuping dan lenyap entah
Untung, kau selalu berkata
Kelak jadilah sang pembela, bukan sekedar pantulan kaca
Emak, Emak... kau pun sekarang benar

Mengawalku sejak subuh hingga lelap adalah berat
Aku yang sampai saat ini tak kunjung engkau ku rawat
Hingga kau masih duduk tersenyum melayani
Sampai habis daganganmu dan kau kembali membeli
Ah, Emak...  benar

“nduk, bicara rakyat jangan sebagai pejabat.
Bicara si miskin jangan kemudian chek in
Bicara yang bodoh, jangan ikut bodoh
Bicara kecerdasan, kaulah yang aku andalkan.”

Emak, betapa kaulah yang menjadikanku seperti ini.
Jangan sombong... duh gusti.. jangan sombong.. amin.
Dan Emak pun benar.

Yogyakarta 18-12-13
10.50

Emaknya
Kau lihat itu Emaknya?
Membiarkan menangis, meronta bahkan tak cium tangannya
Kutukan pun tak menjadi ancaman baginya.
Lantaran hanya sebongkah kayu
Kau tau untuk apa? Menyanggah rumahnya
Ah, Emak Artija.

Bahkan Tuhan pun tak pernah marah
Ketika nafas manusia menghabiskan tak ternilai udara.
Bahkan singa pun tak memangsa anaknya, apalagi sebaliknya.

Nah, kau tengok Emak yang satunya.
Keringat, lelah, gelisah menjadi santapannya,
Mengarungi apapun hanya untuk anaknya

Kemudian, dia menggeretnya
Menyakiti tangan keriputnya
Bahkan tak ada tetesan air mata ketika jarum itu menidurkannya
Tak ku sangka dia berkata “alhamdulillah”
Sekedar mengingatkan bahwa dia sudah lupa itu Emaknya
Hartanya sudah habis, katanya
Panti, di sanalah si Emaknya

Emak yang ini meminta dia mengajaknya tertawa
Namun, tak kunjung diamini, malah membuat Emak terlihat renta
Sejatinya dia mengambilkan se-entong nasi Emaknya
Ketika ku tanya kenapa tak dilakukannya
“istriku bakal marah” jawabnya.

Kau tau tentang hari ibu katanya?
“Ah, itu seremonial saja” begitu.

Yogyakarta, 18/12/13
0.05

 

Mimi
Seperempat abad lalu kau bertaruh nyawa untukku
Siang itu dan saat itu aku menangis dan kau tersenyum untukku
Aroma tubuhmu membuatku tahu bahwa kau pahlawanku

Berlalunya waktu terkadang aku yang membuatmu menangis
Ketika tubuhku lemah menahan rasa sakit saat itu
Hingga aku kembali pulih, dan aku tetap membuatmu sedih

Dulu kau bilang, jangan jauh-jauh
Terlalu sedikit aku membantumu membereskan rumah
Terlalu kecil tenagaku untuk sekedar kau kujaga
Terlalu lama kau merawat dan memberiku kasih sayang
Namun terlalu sebentar ku menemanimu mengumpulkan puing-puing kehidupan

Mimi.....
Tiap hari ibu, tepat ulang tahunmu
Tiap hari itu, sepuluh tahun aku tak di sampingmu
Kian aku tumbuh, kian aku rindu

Kuingat kau pernah menangis dan menahan amarah
Ketika ujian menyapaku,
Berusaha ku bilang, tak perlu risau
Karena do’amu itu
Do’a sakti, mampu merubah gelap menjadi putih

Kekuatanmu kekuatan Tuhan
keridhaanmu, juga ridha Tuhan
Tak patut aku menyinggungmu,
Tak pantas aku mengecewakanmu
Bahkan tak bisa aku menjadi ibu tanpa sentuhanmu

Mimi,..
Bahkan seberat bumi ini pun tak dapat menggantikan
Betapa banyaknya kasih sayangmu
Ucapan terima kasih seluas angkasa pun
Menjadi bahkan, tak mampu menggantikan

Mimi..
Kini aku menjadi seorang ibu,
Dan benar, bahwa anak adalah jiwa kedua bagiku,

Kini aku tahu, kenapa kau selalu bilang
“jangan jauh-jauh dariku”
Karena kau pelindungku
Orang yang selalu mengkhawatirkanku
Dan sesungguhnya kau ingin mengatakan
“tenang nak, ada mimi di sampingmu”

Do’a saktimu selalu menyertaiku
dan aku yakin, Tuhan selalu mendengar do’a-do’amu. Mimi...

Yogyakarta 20 Desember 2013-12-20
15.46

SITI MUYASSAROTUL H, lahir di Cirebon 25 Januari 1988. Aktif menulis sejak SMA, bergabung dengan komunitas Coret, LKIs Yogyakarta. Aktif juga di LPM ARENA UIN Suka. Kini aktif di Majalah BANGKIT PWNU DIY.

Karya-karyanya seperti puisi-puisinya pernah dimuat di buletin Coret, majalah Khairul Ummah, Majalah Bakti. Juga cerpen-cerpennya dimuat di Khairul Ummah, nu online (www.nu.or.id), dan Pikiran Rakyat.

Sebab Aku Tak Sama


(Ahad, 13/04/2014 22:20)
DHORIFAH NAJIB
Sebab Aku Tak Sama
aku tahu, aku tak sama
Aku tahu, aku berbeda dengan kalian
Aku berbeda dengan apa yang kalian sebut paham
Aku berbeda dengan apa yang kalian sebut agama

Tahukah, bagaimana rasa takutku pada kalian?
Dengan senjatamu fisikku terluka
Dengan hujatanmu batinku menjadi pilu

Jika memang aku dinilai hina
Kenapa Tuhan menciptakanku?
Jika memang aku dinilai tak layak
Kenapa Tuhan membiarkan Ibu melahirkanku?
Aku sehina itu?

Kalian bilang “Ini bumi kami”
Lalu aku?
Di mana aku harus bertempat, di mana aku harus tinggal?

Apakah aku masih kalian anggap sebagai manusia?
Apa aku masih kalian anggap sebagai saudara?
Saudara yang butuh teman, saudara yang butuh toleran
Dan saudara yang butuh keberagaman

Inilah aku, sebab aku tak sama
Inilah aku, sebab aku berbeda
Inilah aku sebab aku tak sama

Bedug Maghrib

Sabtu, 28/12/2013 14:02)
MAFTUHATUS SA’DIYAH
Bedug Maghrib
 

bedug berdendang
adzan perkasa berkumandang
Maghrib bertandang
mulai takbir, sembayang
tinggalkan bebayang duniawi membayang
: sandang, papan, pangan
sujud syahdu, rinai mata limburi sajadah
terbangun, terbatabata dalam kekata
akui diri : hina, nista, nestapa
tertunduk malu, wajah penuh noktah
menengadah, telapak tangan tadahi rahmatMu
ribuan alpa kitari minda
hitam membercak,  jelaga silam nodai hati
Robbi, hapuskanlah bekas tinta nian pekat
: dengan maghfiroh di MaghribMu, ini

Surabaya, 17062013
18:45 WIB

Hukum Mengucapkan Selamat Ulang Tahun

Hukum Mengucapkan Selamat Ulang Tahun

Tanya:

assalamualaikum.
afwan ustadz, ana mnt tolong dijelaskan tentang hukum mengucapkan “selamat ulang tahun” pd hari kelahiran, serta memberikan ucapan “selamat(met milad” kepada orang lain yang pada saat itu sedang ulang tahun. Karena setau ana merayakan ulang tahun itu haram, lantas bagaimana dengan mengucapkannya?
barokallohufiykum

abdillah [gonnabefine@rocketmail.com]
Masalah yang hampir sama juga ditanyakan oleh saudara muhammad [yogmatafalas@rocketmail.com]

Jawab:

Waalaikumussalam warahmatullah.

Ulang tahun termasuk di antara hari-hari raya jahiliah dan tidak pernah dikenal di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan tatkala penentuan hari raya adalah tauqifiah (terbatas pada dalil yang ada), maka menentukan suatu hari sebagai hari raya tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah dalam agama dan berkata atas nama Allah tanpa ilmu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu:

قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ, وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Saya terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr (idul Adh-ha) dan hari Fithr (idul Fithri)”. (HR. An-Nasa`i (3/179/5918) dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4460)

Maka hadits ini menegaskan bahwa hari raya tahunan yang diakui dalam Islam hanyalah hari raya idul fithri dan idul adh-ha.
Kemudian, perayaan ulang tahun ini merupakan hari raya yang dimunculkan oleh orang-orang kafir. Sementara Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda dalam hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha` hal. 83

Dan pada hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang non muslim”.

Karenanya tidak boleh seorang muslim mengucapkan selamat kepada siapapun yang merayakan hari raya yang bukan berasal dari agama Islam (seperti ultah, natalan, waisak, dan semacamnya), karena mengucapkan selamat menunjukkan keridhaan dan persetujuan dia terhadap hari raya jahiliah tersebut. Dan ini bertentangan dengan syariat nahi mungkar, dimana seorang muslim wajib membenci kemaksiatan. Wallahu a’lam

http://al-atsariyyah.com/hukum-mengucapkan-selamat-ulang-tahun.html

Hukum Perayaan Hari Kelahiran (Ulang Tahun)

Hukum Perayaan Hari Kelahiran (Ulang Tahun) dan Mengucapkan Selamat Ulang Tahun
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya serta mereka yang mengikuti jejak langkahnya. Amma ba’d.

Saya telah mengkaji makalah yang diterbitkan oleh koran Al-Madinah yang terbit pada hari Senin, tanggal 28/12/1410 H. Isinya menyebutkan bahwa saudara Jamal Muhammad Al-Qadhi, pernah menyaksikan program Abna’ Al-Islam yang disiarkan oleh televisi Saudi yang menayangkan acara yang mencakup perayaan hari kelahiran. Saudara Jamal menanyakan, apakah perayaan hari kelahiran dibolehkan Islam? dst.

Jawaban.

Tidak diragukan lagi bahwa Allah telah mensyari’atkan dua hari raya bagi kaum muslimin, yang pada kedua hari tersebut mereka berkumpul untuk berdzikir dan shalat, yaitu hari raya ledul Fitri dan ledul Adha sebagai pengganti hari raya-hari raya jahiliyah. Di samping itu Allah pun mensyari’atkan hari raya-hari raya lainnya yang mengandung berbagai dzikir dan ibadah, seperti hari Jum’at, hari Arafah dan hari-hari tasyriq. Namun Allah tidak mensyari’atkan perayaan hari kelahiran, tidak untuk kelahiran Nabi dan tidak pula untuk yang lainnya. Bahkan dalil-dalil syar’i dari Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan bahwa perayaan-perayaan hari kelahiran merupakan bid’ah dalam agama dan termasuk tasyabbuh (menyerupai) musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi, Nashrani dan lainnya. Maka yang wajib atas para pemeluk Islam untuk meninggalkannya, mewaspadainya, mengingkarinya terhadap yang melakukannya dan tidak menyebarkan atau menyiarkan apa-apa yang dapat mendorong pelaksanaannya atau mengesankan pembolehannya baik di radio, media cetak maupun televisi, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih.

“Artinya : Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak.” [1]

Dan sabda beliau,
“Artinya : Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak.”[2]

Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dan dianggap mu’allaq oleh Al-Bukhari namun ia menguatkannya.

Kemudian disebutkan dalam Shahih Muslim dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa dalam salah satu khutbah Jum’at beliau mengatakan.

“Amma ba’du.

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat.”[3]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna. Disebutkan pula dalam Musnad Ahmad dengan isnad jayyid dari Ibnu Umar , bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, berarti ia dari golongan mereka.”[4]

Dalam Ash-Shahihain disebutkan, dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan, seandainya mereka masuk ke dalam sarang biawak pun kalian mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Ya Rasulullah, itu kaum Yahudi dan Nashrani?” Beliau berkata, “Siapa lagi.”[5]

Masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna dengan ini, semuanya menunjukkan kewajiban untuk waspada agar tidak menyerupai musuh-musuh Allah dalam perayaan-perayaan mereka dan lainnya. Makhluk paling mulia dan paling utama, Nabi kita Muhammad, tidak pernah merayakan hari kelahirannya semasa hidupnya, tidak pula para sahabat beliau pun, dan tidak juga para tabi’in yang mengikuti jejak langkah mereka dengan kebaikan pada tiga generasi pertama yang diutamakan. Seandainya perayaan hari kelahiran Nabi, atau lainnya, merupakan perbuatan baik, tentulah para sahabat dan tabi’in sudah lebih dulu melaksanakannya daripada kita, dan sudah barang tentu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya dan menganjurkan mereka merayakannya atau beliau sendiri melaksanakannya. Namun ternyata tidak demikian, maka kita pun tahu, bahwa perayaan hari kelahiran termasuk bid’ah, termasuk hal baru yang diada-adakan dalam agama yang harus ditinggalkan dan diwaspadai, sebagai pelaksanaan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian ahli ilmu menyebutkan, bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan hari kelahiran ini adalah golongan Syi’ah Fathimiyah pada abad keempat, kemudian diikuti oleh sebagian orang yang berafiliasi kepada As-Sunnah karena tidak tahu dan karena meniru mereka, atau meniru kaum Yahudi dan Nashrani, kemudian bid’ah ini menyebar ke masyarakat lainnya. Seharusnya para ulama kaum muslimin menjelaskan hukum Allah dalam bid’ah-bid’ah ini, mengingkarinya dan memperingatkan bahayanya, karena keberadaannya melahirkan kerusakan besar, tersebarnya bid’ah-bid’ah dan tertutupnya sunnah-sunnah. Di samping itu, terkandung tasyabbuh (penyerupaan) dengan musuh-musuh Allah dari golongan Yahudi, Nashrani dan golongan-golongan kafir lainnya yang terbiasa menyelenggarakan perayaan-perayaan semacam itu. Para ahli dahulu dan kini telah menulis dan menjelaskan hukum Allah mengenai bid’ah-bid’ah ini. Semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan dan menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan.

Pada kesempatan yang singkat ini, kami bermaksud mengingatkan kepada para pembaca tentang bid’ah ini agar mereka benar-benar mengetahui. Dan mengenai masalah ini telah diterbitkan tulisan yang panjang dan diedarkan melalui media cetak-media cetak lokal dan lainnya. Tidak diragukan lagi, bahwa wajib atas para pejabat pemerintahan kita dan kementrian penerangan secara khusus serta para penguasa di negara-negara Islam, untuk mencegah penyebaran bid’ah-bid’ah ini dan propagandanya atau penyebaran sesuatu yang mengesankan pembolehannya. Semua ini sebagai pelaksanaan perintah loyal terhadap Allah dan para hambaNya, dan sebagai pelaksanaan perintah yang diwajibkan Allah, yaitu mengingkari kemungkaran serta turut dalam memperbaiki kondisi kaum muslimin dan membersihkannya dari hal-hal yang menyelisihi syari’at yang suci. Hanya Allah lah tempat meminta dengan nama-namaNya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang luhur, semoga Allah memperbaiki kondisi kaum muslimin dan menunjuki mereka agar berpegang teguh dengan KitabNya dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta waspada dari segala sesuatu yang menyelisihi keduanya. Dan semoga Allah memperbaiki para pemimpin mereka dan menunjuki mereka agar menerapkan syari’at Allah pada hamba hambaNya serta memerangi segala sesuatu yang menyelisihinya. Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas hal itu.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya

[Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 4.hal.81]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al Masa’il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note
[1]. Muttafaq ‘Alaih: Al-Bukhari dalam Ash-Shulh (2697). Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718).
[2]. Al-Bukhari menganggapnya mu’allaq dalam Al-Buyu’ dan Al-I’tisham. Imam Muslim menyambungnya dalam Al-Aqdhiyah (18-1718).
[3]. HR. Muslim dalam Al-Jumu’ah (867).
[4]. HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5093, 5094, 5634).
[5]. HR. AI-Bukhari dalam Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah (7320). Muslim dalam Al-Ilm (2669).

http://almanhaj.or.id/content/498/slash/0

Bahaya Memasang foto wanita di Sosial Media (FB, internet, dll)

Bahaya Memasang foto wanita di Sosial Media (FB, internet, dll)

Facebook dan semacamnya adalah situs umum yang bercampur didalamnya laki-laki dan perempuan. Saat perempuan menaruh fotonya, meskipun hanya wajahnya saja yang Nampak ( karena anggota badan lain ditutupi) maka ia telah salah, sebab perbuatannya bertentangan dengan perintah Allah ta’ala untuk menutup diri dari lawan jenis, Allah ta’ala berfirman mengenai adab terhadap istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Allah ta’ala berfirman: وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ (الأحزاب:٥٣ Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Ayat ini berbicara tentang istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang notabene hati mereka lebih baik dari hati wanita sekarang, oleh karena itu, muslimat zaman sekarang seharusnya lebih menutup diri dalam muamalah dengan lawan jenis karena hati mereka lebih mudah untuk terkena fitnah dan supaya mereka tidak membikin lawan jenis terfitnah.
Meski seorang wanita menutup seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangannya, kemudian ia memamerkan dirinya di social media maka ini pun tidak bisa menjamin selamatnya orang yang melihat dari fitnah, sebab wajah wanita memiliki daya tarik yang sangat kuat terhadap laki-laki, sehingga, meski seluruh badannya tertutup dengan baik akan tetapi jika wajahnya dibuka dan dipampang di depan pengunjung akun, maka itu bisa menimbulkan fitnah di hati orang yang memandangnya, Disebabkan orang yang menyaksikan foto itu bisa terfitnah maka tidak dibolehkan memampang foto wajah itu di halaman situs yang bisa diakses oleh banyak orang. Kalau dikatakan, “salah laki-lakinya kenapa dia tidak menjaga pandangannya”: maka dikatakan bahwa secara normal laki-laki tertarik dengan wanita dan dia akan mencari cara untuk menuntaskan hasratnya tersebut. Ketika dia digoda dengan gambar wajah akhwat yang ditampilkan secara jelas maka otomatis dia akan terfitnah. Untuk lebih simpelnya kita pakai logika dalam kehidupan kucing: ada kucing yang sedang berjalan santai, tiba-tiba anda menggodanya dengan ikan. Ketika ikan tersebut dimakan kucing, anda menyalahkan kucing tersebut yang memakan ikan yang Anda pegang. Dengan demikian, pria yang melihat-lihat dan memperhatian detail foto akhwat maka dia telah salah dan berdosa akan tetapi perlu diketahui juga bahwa akhwat yang memamerkan foto-fotonya juga ikut andil dalam munculnya kesalahan dan dosa ini.

Selasa, 10 Juni 2014

Biografi lengkap Syekh Abdul Qodir Jailani

Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau usia ibunya 60 tahun. Ada yang menyatakan bahwa pada usia 60 tahun tidak ada wanita yang bisa hamil lagi. Ibu beliau bernama Fathimah binti Syekh Abdullah Ash-Shauma’i. Setelah lahir Syekh Abdul Qodir tidak mau menyusupada saat bulan Ramadhan, sehingga jika masyarakat tidak dapat melihat hilal penentuan bulan Ramadhan, masyarakat mendatangi ayah Syekh Abdul Qodir. Jika ayah beliau menjawab “hari ini anakku tidak menyusu maka orang-orangpun mengerti bahwa bulan Ramadhan telah tiba”.

Abul Hasan An-Nadawi, dalam kitabnya “Rijalul Fikri wal da’wah wal Islam” (Tokoh-tokoh Intelektual Da’wah dan Islam) mengisahkan tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jailanisebagai berikut :

“Majelis beliau (Abdul Qadir) dihadiri oleh tujuh puluh ribu orang. Di tangannya lebih dari lima ribu orang Yahudi dan Nasrani masuk Islam, dan lebih dari seratus orang yang sesat bertaubat. Beliau buka pintu bai’at dan taubat di bawah bimbingannya. Maka masuklah ke dalam bimbingannya orang-orang yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah, sehingga keadaan umat semakin membaik dan keislaman mereka pun semakin mendalam.

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan Thariqat Qadiriyah
Saat usia 8 tahun, beliau sudah me-ninggalkan kota kelahirannya menuju Baghdad, yang saat itu Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Selanjutnya pada tahun 521 H/1127 M, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengajar dan menyampaikan fatwa-fatwa agama kepada masyarakat hingga beliau dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun, be-liau menghabiskan waktunya sebagai pengembara di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh besar yang harum namanya dalam dunia Islam.

Sejak itulah, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani disebut-sebut sebagai tokoh sufi yang mendirikan Tariqhat Qodiriyah, sebuah istilah yang tidak lain berasal dari namanya. Tariqhat ini terus berkem-bang dan banyak diminati oleh kaum muslimin. Meski Irak dan Syiria disebut sebagai pusat dari pergerakan Tariqhat ini, namun pengikutnya berasal dari belahan negara muslim lainnya, seperti Yaman, Turki, Mesir, India, hingga se-bagian Afrika dan Asia.

Perkembangan Tariqhat ini semakin melesat, terlebih pada abad ke ke 15 M. Di India misalnya, Tariqhat Qadiriyah berkembang luas setelah Muhammad Ghawsh (1517 M) memimpin Tariqhat ini. Dia juga mengaku sebagai keturunan dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Di Turki ada Ismail Rumi (1041 H/1631 M) yang diberi gelar mursyid kedua dari Tariqhat Qadiriyah. Adapun di Makkah, penyebaran Tariqhat Qodiriyah sudah bermula sejak 1180 H/1669 M.

Berbeda dengan beberapa Tariqhat lainnya, Tariqhat Qadiriyah dikenal sebagai Tariqhat yang luwes. Dalam pan-dangan shufi, seseorang yang sudah mencapai derajat mursyid (guru) tidak mesti harus mengikuti Tariqhat guru di atasnya lagi. Ia memiliki hak untuk memperluas Tariqhat Qadiriyah dengan membuat Tariqhat baru, asalkan sejalan dengan Tariqhat Qadiriyah.

Dari sifat keluwesannya ini, Tariqhat Qadiriyah memiliki banyak anak cabang yang masing-masing memiliki mursyid-nya. Sebut saja seperti Tariqhat Benawa yang berkembang pada abad ke-19, Tariqhat Ghawtsiyah (1517), Thariqhat Junaidiyah (1515 M), Thariqhat Kama-liyah (1584 M), Thariqhat Miyan Khei (1550 M), dan Thariqhat Qumaishiyah (1584), yagn semuanya berkembang di India. Di Turki terdapat Tariqhat Hin-diyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah, dan Waslatiyyah. Adapun di Yaman ada Tariqhat Ahda-liyah, Asadiyah, Mushariyyah, ‘Urabiy-yah, Yafi’iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla’iyah. Sedangkan di Afrika terdapat Tariqhat Ammariyah, Bakka’iyah, Bu’aliyya, Manzaliyah dan Tariqhat Jilala. Thariqat Jilala ini adalah sebuah nama lain yang dialamatkan oleh masyarakat Maroko kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

Adapun di Indonesia, Thariqat Qa-diriyah berkembang pesat yang berasal dari kawasan Makkah, Arab Saudi. Thariqat Qadiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Pulau Jawa. Ada beberapa pesantren yang menjadi pusat pergerakan Thariqat Qadiriyah ini. Sebut saja seperti Pesan-tren Suryalaya Tasikmalaya (Jawa Ba-rat), Pesantren Mranggen (Jawa Tengah), dan Pesantren Tebuireng Jombang (Ja-wa Timur).

Sebagai informasi tambahan, orga-nisasi agama di Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari Thariqat Qadiriyah adalah Nahdhatul Ulama (NU) yang berdiri di Surabaya pada tahun 1926. Ada juga organisasi lain seperti al-Washliyah dan Thariqat Qadiriyah Naqsa-bandiyah yang merupakan organisasi resmi di Indonesia.

Karya-karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Berikut adalah beberapa kitab yang menjadi karya tulis beliau:
1. Al-Ghunyah li Thalib Thariiq al-Haq fi al-Akhlaq wa al-Tashawuf wa al-Adab al-Islamiyah.
2. Futuh al-Ghaib
3. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faidl al-Rahmani
Demikianlah, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang hidup dengan penuh pengabdiannya kepada Islam. Beliau wafat pada malam Sabtu ba’da maghrib di daerah Babul Azajwafat, Baghdad, pada tanggal 8 Rabiul Akhir 561 H / 1166 M. Jenazahnya dimakamkan di madrasahnya sendiri setelah disaksikan oleh ribuan jama’ah yang tak terhitung jumlahnya.
__________________________________________________________________
Keramat Syaikh Abdul Qadir al-Jailani

Pada tulisan kali ini, kita akan sedikit menyimak beberapa kisah yang dialamatkan (ditujukan) kepada Syaikh Ab-dul Qadir al-Jailani. Kisah-kisah tersebut banyak tertulis di beberapa kitab dan cukup dikenal luas oleh kalangan kaum muslimin. Namun dalam hal ini, kita perlu tahu bahwa banyak dari kisah-kisah tersebut yang fiktif (tidak nyata kebenarannya).
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan Kisah-Kisah Ajaibnya
Diceritakan oleh Muhammad bin al-Khidir bin al-Husaini bahwa ayahnya berkata,” Jika Syaikh Abdul Qadir al-Jailani memberikan pelajaran berbagai disiplin ilmu di majlisnya, maka perkataannya tak pernah terputus. Tidak ada seorangpun yang berani meludah, mendengus, berdehem, berbicara, maupun maju ke tengah majlis karena kharisma beliau.

Keagungannya membuat orang-orang yang hadir ikut berdiri jika beliau datang ke dalam majlisnya. Karismanya membuat semua orang hening ketika beliau memerintahkan mereka untuk diam sampai yang terdengar hanya hembusan nafas mereka. Tangan orang-orang yang hadir dalam majlisnya sampai bersentuhan dengan kaki orang lain. Beliau mengenali mereka satu persatu hanya dengan memegang tanpa harus melihat wajahnya.
Orang yang jauh sekalipun bisa men-dengar ucapan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Bahkan beliau bisa menebak isi hati seseorang dan memberi nasihat berdasarkan ucapan batin dalam diri-nya.

Diriwayatkan pula bahwa arwah pa-ra nabi berpusar mengelilingi majlis Syaikh Abdul Qadir al-Jailani baik di langit maupun di bumi bak angin yang berpusar di ufuk. Juga malaikat meng-hadiri majlisnya berkelompok demi kelompok.
Syaikh Abu Madyan bin Syuaib ber-kata, “Ketika aku bertemu dengan Al-Khidr, aku bertanya tentang para syaikh (wali Allah) dari barat sampai timur saat ini. Ketika aku bertanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, dia (al-Khidir) berkata, “Beliau adalah imam golongan as-Shidq, hujjah bagi kaum ‘arif. Dia adalah roh dalam ma’rifah dan posi-sinya dibandingkan dengan para wali lainya adalah al-Qurbah (kedekatan).”

Dari Syaikh Muhammad bin Harawi, ia berkata, “Suatu hari ketika Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berbicara di ma-jlisnya, beliau terdiam beberapa saat kemudian berkata,” Jika aku meng-inginkan Allah swt mengirimkan burung hijau yang akan mendengarkan perka-taanku maka Ia akan mengabulkannya’. Sekejap kemudian majlis tersebut dipe-nuhi oleh burung berwarna hijau yang dapat dilihat oleh semua yang hadir’”.

Masih soal burung, suatu saat ada seekor burung yang melintas di atas majlis Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Kemudian beliau berkata, “Demi Allah yang disembah, jika aku mengatakan ‘matilah terpotong-potong’ kepada burung itu maka hal itu pasti terjadi”. Se-telah beliau selesai mengucapkannya, burung tersebut jatuh dalam keadaan mati terpotong-potong”.

Syaikh Baqa bin Bathu An-Nahri al-Makki berkata,“Ketika Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berbicara di tangga per-tama kursinya, tiba-tiba perkataan beliau terputus dan beliau tidak sadarkan diri beberapa saat. Setelah sadar beliau langsung turun dari kursi dan kemudian kembali menaiki kursi tersebut dan duduk di tangga kedua. Dan aku menyak-sikan tangga pertama tersebut mema-njang sepanjang penglihatan dan di-lapisi sutera hijau. Telah duduklah di sana Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Saat itu Allah swt ber-tajalli (merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas) sehingga membuat beliau miring dan hampir jatuh jika tidak dipegang oleh Rasulullah saw. Kemudian beliau tampak semakin menge-cil hingga sebesar burung, kemudian menjadi sangat besar dan kemudian semakin menjauh dariku”.

Ketika syaikh Baqa’ ditanya tentang penglihatannya kepada Rasulullah saw dan para sahabatnya, beliau berkata, “Semua itu adalah arwah mereka yang membentuk. Hanya mereka yang dia-nugerahi kekuatan saja yang dapat me-lihat mereka dalam bentuk jasad dan segala sifat fisik.”

Sedangkan saat beliau ditanya ten-tang Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang mengecil dan membesar, Syaikh Baqa’ berkata, “Tajalli pertama tidak bisa ditahan oleh orang biasa kecuali dengan pertolongan Nabi. Oleh karena itu Syaikh Abdul Qadir al-Jailani nyaris terjatuh. Sedangkan Tajalli kedua didasarkan pada sifat ke-Agungan yang berasal dari Yang Disifati, oleh karena itu beliau mengecil. Sedangkan tajalli ketiga di-dasari pada sifat ke-Maha Indahan Allah, oleh karena itu beliau membesar. Semua itu adalah anugerah Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan sesungguhnya Allah memiliki anugerah yang a-gung”.

Syaikh Harawi berkata, “Aku mela-yani Syaikh Abdul Qadir al-Jailani selama 40 tahun, selama itu beliau se-lalu melaksanakan shalat subuh dengan wudhu shalat isya’. Jika beliau berha-dats, beliau segera memperbaharui wudhunya. Dan setelah shalat isya’ beliau masuk seorang diri ke dalam ruang khalwatnya dan tidak keluar hingga fajar.

Syaikh Ahmad Rifa’i berwasiat ke-pada keponakan-keponakannya, “Jika kalian tiba di Baghdad, dahulukan me-ngunjungi Syaikh Abdul Qadir al-Jailani jika beliau masih hidup. Atau menziarahi kuburnya apabila beliau sudah meninggal. Karena beliau telah mengambil janji Allah bahwa semua pemilik kondisi spiritual yang tidak menomor satukan beliau akan dicabut kondisi spiritual yang di-milikinya. Syaikh Abdul Qadir benar-benar merupakan kerugian begi mereka yang tidak melihatnya.”

Syaikh Umar al-Bazaar berkata, “Su-atu hari aku duduk di hadapan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam khalwatnya. Beliau berkata kepadaku, ‘Jaga punggungmu karena akan ada kucing yang jatuh di punggungmu’. Dalam hati aku berkata, ‘ Dari mana datangnya kucing? Tidak ada lubang di atas dan…..’ Se-belum selesai bicara, tiba-tiba seekor kucing jatuh ke punggungku. Kemudian beliau memukulkan tangannya ke dadaku dan aku mendapati cahaya terbit dari dalam dadaku bak mentari. Dan aku menemukan al-Haq pada saat itu.

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani ber-kata, “Ibadah haji pertamaku aku lakukan pada saat aku masih muda dan sedang melaksanakan Tajrid (pelepasan). Saat aku tiba di daerah Umm al-Qurn aku bertemu Syaikh Uday bin Musafir yang juga masih muda. ‘Mau kemada engkau?’ Tanya Syaikh Uday kepadaku. ‘Makkah Al-Musyarafah’, jawabku. ‘Apa engkau bersama seseorang?’ tanya Syaikh Uday kembali. ‘Aku sedang melaksanakan tajrid,’ jawabku.

Kemudian kami berdua melanjutkan perjalanan. Ditengah perjalanan kami berjumpa seorang wanita kurus dari Habsyi (Ethiopia). Dia berhenti di depanku dan memandangi wajahku lalu kemudian berkata, ‘Anak muda, dari manakah engkau?’ Aku menjawab, ‘O-rang Ajam (non-Arab) yang tinggal di Baghdad’. ‘Engkau telah membuatku lelah hari ini,’ sahutnya. ‘Kenapa?’ tanyaku. Kemudian wanita itu pun menjelaskan alasannya, ‘Satu jam yang lalu aku berada di Habsyi kemudian Allah menunjukkan hatimu kepadaku sekaligus anugerah-Nya kepadamu yang belum pernah aku saksikan diberikan-Nya kepada selain dirimu. Hal itu menyebabkan aku ingin mengenal dirimu. Hari ini aku ingin berjalan bersama kalian melewatkan malam bersama kalian’.

Lantas akupun berkata, ‘Itu merupakan kehormatan buat kami’. Setelah itu dia mengikuti kami berjalan di sisi lain wadi (aliran sungai gurun) tersebut. Ketika tiba waktu maghrib dan saat makan malam tiba, sebuah nampan turun dari langit yang berisi 6 potong roti beserta lauk pauknya. ‘Subhanallah segala puji dan syukur bagi Allah yang telah memuliakan aku dan tamuku’, ungkap perempuan tersebut.

Malam itu, setiap dari kami memakan dua potong roti. Selesai makan, datanglah tempat air dan kami meminum air yang kesegaran dan rasanya tidak ada di dunia ini. Setelah itu, perempuan itupun pergi meninggalkan kami.
Kisah selanjutnya adalah, ada seorang kafilah yang kehilangan 4 untanya di hutan. Kemudian ia teringat akan pesan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bahwa jika dirinya mendapat kesulitan, maka diperintahkan untuk menyebut nama Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Kemudian kafilah itu menyebut nama Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Tiba-tiba, ada seorang berjubah putih di atas bukit dengan melambaikan tangan. Kafilah tersebut menuju sosok yang dimak-sud. Namun setelah sampai di atas bu-kit, sosok tersebut hilang dan malah ia menemukan ke 4 unta yang sedang dicarinya.

Demikianlah, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani beserta kisah-kisah hidup, ilmu, dan karamah yang ditujukan kepadanya.

Sumber : http://majalahummatie.wordpress.com/2009/10/02/mengenal-syaikh-abdul-qadir-al-jailani/

Dari sumber lain

Syekh Abdul Qadir al-Jaylani merupakan tokoh sufi paling masyhur di Indonesia. Peringatan Haul waliyullah ini pun selalu dirayakan setiap tahun oleh umat Islam Indonesia. Tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal berdirinya Tarekat Qadiriyah ini lebih dikenal masyarakat lewat cerita-cerita karamahnya dibandingkan ajaran spiritualnya.Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamahnya, Biografi (manaqib) tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban.

Nama lengkapnya adalah Abdul Qadir ibn Abi Shalih Abdullah Janki Dusat al-Jaylani. Al-Jaylani merupakan penisbatan pada Jil, daerah di belakang Tabaristan. Di tempat itulah ia dilahirkan. Selain Jil, tempat ini disebut juga dengan Jaylan dan Kilan.

NASAB
Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir dilahirkan di Naif, Jailan, Iraq, pada bulan Ramadhan 470 H, bertepatan dengan th 1077 M. Ayahnya bernama Shahih, seorang yang taqwa keturunan Hadhrat Imam Hasan, r.a., cucu pertama Rasulullah saw, putra sulung Imam Ali ra dan Fatimah r.a., puteri tercinta Rasul. Ibu beliau adalah puteri seorang wali, Abdullah Saumai, yang juga masih keturunan Imam Husein, r.a., putera kedua Ali dan Fatimah. Dengan demikian, Sayid Abdul Qadir adalah Hasaniyin sekaligus Huseiniyin.

MASA MUDA
Sejak kecil, ia pendiam, nrimo, bertafakkur dan sering melakukan agar lebih baik, apa yang disebut ‘pengalaman-pengalaman mistik’. Ketika berusia delapan belas tahun, kehausan akan ilmu dan keghairahan untuk bersama para orang saleh, telah membawanya ke Baghdad, yang kala itu merupakan pusat ilmu dan peradaban. Kemudian, beliau digelari orang Ghauts Al-A’dzam atau wali Ghauts terbesar.

Dalam terminologi kaum sufi, seorang Ghauts menduduki jenjang ruhaniah dan keistimewaan kedua dalam hal memohon ampunan dan ridha Allah bagi ummat manusia setelah para nabi. Seorang ulama’ besar di masa kini, telah menggolongkannya ke dalam Shaddiqin, sebagaimana sebutan Al Qur’an bagi orang semacam itu. Ulama ini mendasarkan pandangannya pada peristiwa yang terjadi pada perjalanan pertama Sayyid Abdul Qadir ke Baghdad.

Diriwayatkan bahwa menjelang keberangkatannya ke Baghdad, ibunya yang sudah menjanda, membekalinya delapan puluh keping emas yang dijahitkan pada bagian dalam mantelnya, persis di bawah ketiaknya, sebagai bekal. Uang ini adalah warisan dari almarhum ayahnya, dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit. Kala hendak berangkat, sang ibu diantaranya berpesan agar jangan berdusta dalam segala keadaan. Sang anak berjanji untuk senantiasa mencamkan pesan tersebut.

Begitu kereta yang ditumpanginya tiba di Hamadan, menghadanglah segerombolan perampok. Kala menjarahi, para perampok sama sekali tak memperhatikannya, karena ia tampak begitu sederhana dan miskin. Kebetulan salah seorang perampok menanyainya apakah ia mempunyai uang atau tidak. Ingat akan janjinya kepada sang ibu, si kecil Abdul Qadir segera menjawab: “Ya, aku punya delapan puluh keping emas yang dijahitkan di dalam baju oleh ibuku.” Tentu saja para perampok terperanjat keheranan. Mereka heran, ada manusia sejujur ini.

Mereka membawanya kepada pemimpin mereka, lalu menanyainya, dan jawabannya pun sama. Begitu jahitan baju Abdul Qadir dibuka, didapatilah delapan puluh keping emas sebagaimana dinyatakannya. Sang kepala perampok terhenyak kagum. Ia kisahkan segala yang terjadi antara dia dan ibunya pada saat berangkat, dan ditambahkannya jika ia berbohong, maka akan tak bermakna upayanya menimba ilmu agama.

Mendengar hal ini, menangislah sang kepala perampok, jatuh terduduk di kali Abdul Qadir, dan menyesali segala dosa yang pernah dilakukan. Diriwayatkan, bahwa kepala perampok ini adalah murid pertamanya. Peristiwa ini menunjukkan proses menjadi Shiddiq. Andaikata ia tak benar, maka keberanian kukuh semacam itu demi kebenaran, dalam saat-saat kritis, tak mungkin baginya.

BELAJAR DI BAGHDAD
Selama belajar di Baghdad, karena sedemikian jujur dan murah hati, ia terpaksa mesti tabah menderita. Berkat bakat dan kesalehannya, ia cepat menguasai semua ilmu pada masa itu. Ia membuktikan diri sebagai ahli hukum terbesar di masanya. Tetapi, kerinduan ruhaniahnya yang lebih dalam gelisah ingin mewujudkan diri. Bahkan di masa mudanya, kala tenggelam dalam belajar, ia gemar musyahadah*).

Ia sering berpuasa, dan tak mau meminta makanan dari seseorang, meski harus pergi berhari-hari tanpa makanan. Di Baghdad, ia sering menjumpai orang-orang yang berfikir serba ruhani, dan berintim dengan mereka. Dalam masa pencarian inilah, ia bertemu dengan Hadhrat Hammad, seorang penjual sirup, yang merupakan wali besar pada zamannya.

Lambat laun wali ini menjadi pembimbing ruhani Abdul Qadir. Hadhrat Hammad adalah seorang wali yang keras, karenanya diperlakukannya sedemikian keras sufi yang sedang tumbuh ini. Namun calon ghauts ini menerima semua ini sebagai koreksi bagi kecacatan ruhaninya.

LATIHAN-LATIHAN RUHANIAH
Setelah menyelesaikan studinya, ia kian keras terhadap diri. Ia mulai mematangkan diri dari semua kebutuhan dan kesenangan hidup. Waktu dan tenaganya tercurah pada shalat dan membaca Qur’an suci. Shalat sedemikian menyita waktunya, sehingga sering ia shalat shubuh tanpa berwudhu lagi, karena belum batal.

Diriwayatkan pula, beliau kerapkali khatam membaca Al-Qur’an dalam satu malam. Selama latihan ruhaniah ini, dihindarinya berhubungan dengan manusia, sehingga ia tak bertemu atau berbicara dengan seorang pun. Bila ingin berjalan-jalan, ia berkeliling padang pasir. Akhirnya ia tinggalkan Baghdad, dan menetap di Syustar, dua belas hari perjalanan dari Baghdad. Selama sebelas tahun, ia menutup diri dari dunia. Akhir masa ini menandai berakhirnya latihannya. Ia menerima nur yang dicarinya. Diri-hewaninya kini telah digantikan oleh wujud mulianya.

DICOBA IBLIS
Suatu peristiwa terjadi pada malam babak baru ini, yang diriwayatkan dalam bentuk sebuah kisah. Kisah-kisah serupa dinisbahkan kepada semua tokoh keagamaan yang dikenal di dalam sejarah; yakni sebuah kisah tentang penggodaan. Semua kisah semacam itu memaparkan secara perlambang, suatu peristiwa alamiah dalam kehidupan.

Misal, tentang bagaimana nabi Isa as digoda oleh Iblis, yang membawanya ke puncak bukit dan dari sana memperlihatkan kepadanya kerajaan-kerajaan duniawi, dan dimintanya nabi Isa a.s., menyembahnya, bila ingin menjadi raja dari kerajaan-kerajaan itu. Kita tahu jawaban beliau, sebagai pemimpin ruhaniah. Yang kita tahu, hal itu merupakan suatu peristiwa perjuangan jiwa sang pemimpin dalam hidupnya.

Demikian pula yang terjadi pada diri Rasulullah saw. Kala beliau kukuh berdakwah menentang praktek-praktek keberhalaan masyarakat dan musuh-musuh beliau, para pemimpin Quraisy merayunya dengan kecantikan, harta dan tahta. Dan tak seorang Muslim pun bisa melupakan jawaban beliau: “Aku sama sekali tak menginginkan harta ataupun tahta. Aku telah diutus oleh Allah sebagai seorang Nadzir**) bagi umat manusia, menyampaikan risalah-Nya kepada kalian. Jika kalian menerimanya, maka kalian akan bahagia di dunia ini dan di akhirat kelak. Dan jika kalian menolak, tentu Allah akan menentukan antara kalian dan aku.”

Begitulah gambaran dari hal ini, dan merupakan fakta kuat kemaujudan duniawi. Berkenaan dengan hal ini, ada dua versi kisah tentang Syaikh Abdul Qadir Jailani. Versi pertama mengisahkan, bahwa suatu hari Iblis menghadapnya, memperkenalkan diri sebagai Jibril, dan berkata bahwa ia membawa Buraq dari Allah, yang mengundangnya untuk menghadap-Nya di langit tertinggi.

Sang Syaikh segera menjawab bahwa si pembicara tak lain adalah si Iblis, karena baik Jibril maupun Buraq takkan datang ke dunia bagi selain Nabi Suci Muhammad saw. Setan toh masih punya cara lain, katanya: “Baiklah Abdul Qadir, engkau telah menyelamatkan diri dengan keluasan ilmumu.” “Enyahlah!, bentak sang wali.” Jangan kau goda aku, bukan karena ilmuku, tapi karena rahmat Allahlah aku selamat dari perangkapmu”.

Versi kedua mengisahkan, ketika sang Syaikh sedang berada di rimba belantara, tanpa makanan dan minuman, untuk waktu yang lama, awan menggumpal di angkasa, dan turunlah hujan. Sang Syaikh meredakan dahaganya. Muncullah sosok terang di cakrawala dan berseru: “Akulah Tuhanmu, kini Kuhalalkan bagimu segala yang haram.” Sang Syaikh berucap: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” Sosok itu pun segera pergi berubah menjadi awan, dan terdengar berkata: “Dengan ilmumu dan rahmat Allah, engkau selamat dari tipuanku.”

Lalu setan bertanya tentang kesigapan sang Syaikh dalam mengenalinya. Sang Syaikh menyahut bahwa pernyataannya menghalalkan segala yang haramlah yang membuatnya tahu, sebab pernyataan semacam itu tentu bukan dari Allah.
Kedua versi ini benar, yang menyajikan dua peristiwa berlainan secara perlambang. Satu peristiwa dikaitkan dengan perjuangannya melawan kebanggaan akan ilmu. Yang lain dikaitkan dengan perjuangannya melawan kesulitan-kesulitan ekonomi, yang menghalangi seseorang dalam perjalanan ruhaniahnya.
Kesadaran aka kekuatan dan kecemasan akan kesenangan merupakan kelemahan terakhir yang mesti enyah dari benak seorang salih. Dan setelah berhasil mengatasi dua musuh abadi ruhani inilah, maka orang layak menjadi pemimpin sejati manusia.

PANUTAN MASYARAKAT
Kini sang Syaikh telah lulus dari ujian-ujian tersebut. Maka semua tutur kata atau tegurannya, tak lagi berasal dari nalar, tetapi berasal dari ruhaninya.
Kala ia memperoleh ilham, sebagaimana sang Syaikh sendiri ingin menyampaikannya, keyakinan Islami melemah. Sebagian muslim terlena dalam pemuasan jasmani, dan sebagian lagi puas dengan ritus-ritus dan upacara-upacara keagamaan. Semangat keagamaan tak dapat ditemui lagi.
Pada saat ini, ia mempunyai mimpi penting tentang masalah ini. Ia melihat dalam mimpi itu, seolah-olah sedang menelusuri sebuah jalan di Baghdad, yang di situ seorang kurus kering sedang berbaring di sisi jalan, menyalaminya.

Ketika sang Syaikh menjawab ucapan salamnya, orang itu memintanya untuk membantunya duduk. Begitu beliau membantunya, orang itu duduk dengan tegap, dan secara menakjubkan tubuhnya menjadi besar. Melihat sang Syaikh terperanjat, orang asing itu menentramkannya dengan kata-kata: ” Akulah agama kakekmu, aku menjadi sakit dan sengsara, tetapi Allah telah menyehatkanku kembali melalui bantuanmu.”

Ini terjadi pada malam penampilannya di depan umum di masjid, dan menunjukkan karir mendatang sang wali. Kemudian masyarakat tercerahkan, menamainya Muhyiddin, ‘pembangkit keimanan’, gelar yang kemudian dipandang sebagai bagian dari namanya yang termasyhur. Meski telah ia tinggalkan kesendiriannya (uzlah), ia tak jua berkhutbah di depan umum. Selama sebelas tahun berikutnya, ia mukim di sebuah sudut kota, dan meneruskan praktek-praktek peribadatan, yang kian mempercerah ruhaniyah.

KEHIDUPAN RUMAH TANGGA
Menarik untuk dicatat, bahwa penampilannya di depan umum selaras dengan kehidupan perkawinannya. Sampai tahun 521 H, yakni pada usia kelima puluh satu, ia tak pernah berpikir tentang perkawinannya. Bahkan ia menganggapnya sebagai penghambat upaya ruhaniyahnya. Tetapi, begitu beliau berhubungan dengan orang-orang, demi mematuhi perintah Rasul dan mengikuti Sunnahnya, ia pun menikahi empat wanita, semuanya saleh dan taat kepadanya. Ia mempunyai empat puluh sembilan anak – dua puluh putra, dan yang lainnya putri.

Empat putranya yang termasyhur akan kecendekian dan kepakarannya, al:
Syaikh Abdul Wahab, putera tertua adalah seorang alim besar, dan mengelola madrasah ayahnya pada tahun 543 H. Sesudah sang wali wafat, ia juga berkhutbah dan menyumbangkan buah pikirannya, berkenaan dengan masalah-masalah syariat Islam. Ia juga memimpin sebuah kantor negara, dan demikian termasyhur.

Syaikh Isa, ia adalah seorang guru hadits dan seorang hakim besar. Dikenal juga sebagai seorang penyair. Ia adalah seorang khatib yang baik, dan juga Sufi. Ia mukim di Mesir, hingga akhir hayatnya.
Syaikh Abdul Razaq. Ia adalah seorang alim, sekaligus penghafal hadits. Sebagaimana ayahnya, ia terkenal taqwa. Ia mewarisi beberapa kecenderungan spiritual ayahnya, dan sedemikian masyhur di Baghdad, sebagaimana ayahnya.
Syaikh Musa. Ia adalah seorang alim terkenal. Ia hijrah ke Damaskus, hingga wafat.

Tujuh puluh delapan wacana sang wali sampai kepada kita melalui Syaikh Isa. Dua wacana terakhir, yang memaparkan saat-saat terakhir sang wali, diriwayatkan oleh Syaikh Wahab. Syaikh Musa termaktub pada wacana ke tujuh puluh sembilan dan delapan puluh. Pada dua wacana terakhir nanti disebutkan, pembuatnya adalah Syaikh Abdul Razaq dan Syaikh Abdul Aziz, dua putra sang wali, dengan diimlakkan oleh sang wali pada saat-saat terakhirnya.

KESEHARIANNYA
Sebagaimana telah kita saksikan, sang wali bertabligh tiga kali dalam seminggu. Di samping bertabligh setiap hari, pada pagi dan malam hari, ia mengajar tentang Tafsir Al Qur’an, Hadits, Ushul Fiqih, dan mata pelajaran lain. Sesudah Dhuhur, ia memberikan fatwa atas masalah-masalah hukum, yang diajukan kepadanya dari segenap penjuru dunia. Sore hari, sebelum sholat Maghrib, ia membagi-bagikan roti kepada fakir miskin. Sesudah sholat Maghrib, ia selalu makan malam, karena ia berpuasa sepanjang tahun. Sebalum berbuka, ia menyilakan orang-orang yang butuh makanan di antara tetangga-tetangganya, untuk makan malam bersama. Sesudah sholat Isya’, sebagaimana kebiasaan para wali, ia mengaso di kamarnya, dan melakukan sebagian besar waktu malamnya dengan beribadah kepada Allah – suatu amalan yang dianjurkan Qur’an Suci. Sebagai pengikut sejati Nabi, ia curahkan seluruh waktunya di siang hari, untuk mengabdi ummat manusia, dan sebagian besar waktu malam dihabiskan untuk mengabdi Penciptanya.

Pengaruh dan Karya
Waktunya banyak diisi dengan meengajar dan bertausyiah. Hal ini membuat Syekh tidak memiliki cukup waktu untuk menulis dan mengarang. Bahkan, bisa jadi beliau tidak begitu tertarik di bidang ini. Pada tiap disiplin ilmu, karya-karya Islam sudah tidak bisa dihitung lagi. Bahkan, sepertinya perpustakaan tidak butuh lagi diisi buku baru. Yang dibutuhkan masyarakat justru saran seorang yang bisa meluruskan yang bengkok dan membenahi kesalahan masyarakat saat itu. Inilah yang memanggil suara hati Syekh. Ini pula yang menjelaskan pada kita mengapa tidak banyak karya yang ditulis Syekh.

Memang ada banyak buku dan artikel yang diklaim sebagai tulisannya. Namun, yang disepakati sebagai karya syekh hanya ada tiga:

1.Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq merupakan karyanya yang mengingatkan kita dengan karya monumental al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din. Karya ini jelas sekali terpengaruh, baik tema maupun gaya bahasanya, dengan karya al-Ghazali itu. Ini terlihat dengan penggabungan fikih, akhlak, dan prinsip suluk. Ia memulai dengan membincangkan aspek ibadah, dilanjutkan dengan etika Islam, etika doa, keistimewaan hari dan bulan tertentu. Ia kemudian membincangkan juga anjuran beribadah sunah, lalu etika seorang pelajar, tawakal, dan akhlak yang baik.

2.Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani merupakan bentuk tertulis (transkripsi) dari kumpulan tausiah yang pernah disampaikan Syekh. Tiap satu pertemuan menjadi satu tema. Semua pertemuan yang dibukukan ada 62 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada 3 Syawal 545 H. Pertemuan terakhir pada hari Jumat, awal Rajab 546 H. Jumlah halamannya mencapai 90 halaman. Format buku ini mirip dengan format pengajian Syekh dalam berbagai majelisnya. Sebagiannya bahkan berisi jawaban atas persoalan yang muncul pada forum pengajian itu.

3.Futuh al-Ghayb merupakan kompilasi dari 78 artikel yang ditulis Syekh berkaitan dengan suluk, akhlak, dan yang lain. Tema dan gaya bahasanya sama dengan al-Fath al-Rabbani. Keseluruhan halamannya mencapai 212 halaman. Buku ini sendiri sebetulnya hanya 129 halaman. Sisa halamannya diisi dengan himpunan senandung pujian yang dinisbatkan pada Syekh. Ibn Taymiyah juga memuji buku ini.

Kesaksian Ulama
Syekh Junaid al-Baghdadi, hidup 200 tahun sebelum kelahiran Syekh Abdul Qadir. Namun, pada saat itu ia telah meramalkan akan kedatangan Syekh Abdul Qadir Jailani. Suatu ketika Syekh Junaid al-Baghdadi sedang bertafakur, tiba-tiba dalam keadaan antara sadar dan tidak, ia berkata, “Kakinya ada di atas pundakku! Kakinya ada di atas pundakku!”

Setelah ia tenang kembali, murid-muridnya menanyakan apa maksud ucapan beliau itu. Kata Syekh Junaid al-Baghdadi, “Aku diberitahukan bahwa kelak akan lahir seorang wali besar, namanya adalah Abdul Qadir yang bergelar Muhyiddin. Dan pada saatnya kelak, atas kehendak Allah, ia akan mengatakan, ‘Kakiku ada di atas pundak para Wali.”
Syekh Abu Bakar ibn Hawara, juga hidup sebelum masa Syekh Abdul Qadir. Ia adalah salah seorang ulama terkemuka di Baghdad. Konon, saat ia sedang mengajar di majelisnya, ia berkata:
“Ada 8 pilar agama (autad) di Irak, mereka itu adalah; 1) Syekh Ma’ruf al Karkhi, 2) Imam Ahmad ibn Hanbal, 3) Syekh Bisri al Hafi, 4) Syekh Mansur ibn Amar, 5) Syekh Junaid al-Baghdadi, 6) Syekh Siri as-Saqoti, 7) Syekh Abdullah at-Tustari, dan 8) Syekh Abdul Qadir Jailani.”

Ketika mendengar hal itu, seorang muridnya yang bernama Syekh Muhammad ash-Shanbaki bertanya, “Kami telah mendengar ke tujuh nama itu, tapi yang ke delapan kami belum mendengarnya. Siapakah Syekh Abdul Qadir Jailani?”
Maka Syekh Abu Bakar pun menjawab, “Abdul Qadir adalah shalihin yang tidak terlahir di Arab, tetapi di Jaelan (Persia) dan akan menetap di Baghdad.”

Qutb al Irsyad Abdullah ibn Alawi al Haddad (1044-1132 H), dalam kitabnya Risalatul Mu’awanah menjelaskan tentang tawakkal, dan beliau memilih Syekh Abdul Qadir Jaylani sebagai suri-teladannya.
Seorang yang benar-benar tawakkal mempunyai 3 tanda. Pertama, ia tidak takut ataupun mengharapkan sesuatu kepada selain Allah. Kedua, hatinya tetap tenang dan bening, baik di saat ia membutuhkan sesuatu atau pun di saat kebutuhannnya itu telah terpenuhi. Ketiga, hatinya tak pernah terganggu meskipun dalam situasi yang paling mengerikan sekalipun.

Suatu ketika beliau sedang berceramah di suatu majelis, tiba-tiba saja jatuh seekor ular berbisa yang sangat besar di atas tubuhnya sehingga membuat para hadirin menjadi panik. Ular itu membelit Syekh Abdul Qadir, lalu masuk ke lengan bajunya dan keluar lewat lengan baju yang lainnya. Sedangkan beliau tetap tenang dan tak gentar sedikit pun, bahkan beliau tak menghentikan ceramahnya. Ini membuktikan bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani benar-benar seorang yang tawakkal dan memiliki karamah.

Ibnu Rajab juga berkata, “Syekh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu makrifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. “

Al-Dzahabi juga berkata, “Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syekh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi.”

Wafat
Syekh wafat setelah menderita sakit ringan dalam waktu tidak lama. Bahkan, ada yang mengatakan, Syekh sakit hanya sehari—semalam. Ia wafat pada malam Sabtu, 10 Rabiul Awal 561 H. Saat itu usianya sudah menginjak 90 tahun. Sepanjang usianya dihabiskan untuk berbuat baik, mengajar, dan bertausiah.
Konon, ketika hendak menemui ajal, putranya yang bernama ‘Abdul Wahhab memintanya untuk berwasiat. Berikut isi wasiat itu:

“Bertakwalah kepada Allah. Taati Tuhanmu. Jangan takut dan jangan berharap pada selain Allah. Serahkan semua kebutuhanmu pada Allah Azza wa Jalla. Cari semua yang kamu butuhkan pada Allah. Jangan terlalu percaya pada selain Allah. Bergantunglah hanya pada Allah. Bertauhidlah! Bertauhidlah! Bertauhidlah! Semua itu ada pada tauhid.”

Demikian manaqib ini kami tulis, semoga membawa barokah, manfa,at, dan Ridho allah swt, syafa’at Rosululloh serta karomah Auliyaillah khushushon Syekh Abdul Qodir Jailani selalu terlimpahkan kepada kita, keluarga dan anak turun kita semua Dunia – Akhirat. Amien

Diambil dari berbagai sumber
*) Musyahadah : penyaksian langsung. Yang dimaksud ialah penyaksian akan segala kekuasaan dan keadilan Allah melalui mata hati.
**) Nadzir : pembawa ancaman atau pemberi peringatan. Salah satu tugas terpenting seorang Rasul adalah membawa beita, baik berita gembira maupun ancaman.

http://www.sarkub.com/2012/riwayat-syaikh-abdul-qadir-al-jailani/#axzz2MBuHtIx9

Selasa, 03 Juni 2014

Sulit sekali untuk mengadu

Hingga kini belum tersampaikan. Keinginan dalam jiwa. Ingin mencurahkan segala sesuatu di benak. Tak ada wadah. Apa daya. Mencari waktu untuk berdua saja dengan-Nya